Akhir-akhir ini sedang hangat pembicaraan mengenai pertemuan pemerintah dan petinggi perusahaan komunikasi indonesia dengan founder google, ada hal menarik dibalik pertemuan itu, mereka membuat perjanjian kerjasama untuk menerbangkan balon di indonesia. SUMBER
Kalau cuma balon ngapain pake perjanjian ya ?
Ternyata ini bukan sekedar balon, tapi balon yang bisa mentransmisikan frekuensi tertentu sehingga bisa digunakan untuk mengakses internet (internetan) layaknya router WiFi. Nah karena latar belakang inilah dibutuhkan kerjasama dengan operator indonesia khususnya sebagai provider komunikasi.
Adapun latar belakang proyek ini, menurut google karena sekitar 2/3 di penduduk di muka bumi ini belum memiliki akses internet seperti di pedesaan, daerah pegunungan atau memang tempat-tempat tertentu yang jauh dari lingkungan perkotaan. Project ini juga memungkinkan kita bisa kembali online dengan cepat setelah terjadi bencana alam seperti gempa dan banjir.
Google sendiri menamakan project ini dengan Project Loon, yang menjadi bagian dari salah satu proyek yang dikembangkan oleh unit Google untuk proyek-proyek eksperimental, Google X.
Tertarik untuk mengupas Google Loon ini ? yuk ikutin terus disini…
Spesifikasi Balon
Namanya balon yang bisa memberi akses internet, pastinya butuh bagian-bagian yang berfungsi untuk mentransmisikan, kekuatan transmisi, memberi daya, dan lain-lain. Nah, teman-teman harus tahu dulu spesifikasi si balon ini yaitu :
1. Panel Surya, yang digunakan sebagai sumber daya. Sumber daya diambil dari tenaga matahari.
2. Transceiver, yang digunakan untuk lalu lintas data (menerima dan mengirimkan), termasuk radio.
3. Sistem Pengendali, untuk menurunkan dan menaikan balon.
4. GPS, sebagai alat untuk melacak lokasi balon.
5. Diameter balon 40 m
6. Bandwitdh 15Mbps
7. Frekuensi/spektrum 900MHz
8. Teknologi LTE (Long Term Evolution)
9. Radius Pancaran 40 km atau 60.000 kaki
10. Ketinggian : 20 km
11. Umur atau masa terbang 187 Hari
Cara Kerja Balon
Setelah diterbangkan, balon google akan terus naik sampai ketinggian sekitar 20 km, di ketinggian ini balon google berada pada lapisan atmosfer kedua yaitu stratosfer. Mengapa lapisan ini yang dipilih karena arah angin pada lapisan ini yang bertingkat-tingkat, setiap tingkatannya mempunyai variasi arah angin dan kecepatan angin yang berbeda-beda. Dalam hal ini Google menggunakan sebuah Algoritma khusus untuk mengatur agar setiap balon tersebut dapat menuju arah kearah tiupan angin yang benar sehingga balon-balon tersebut dapat tersusun dan membentuk suatu jaringan komunikasi yang besar.
Selain itu ketinggian 20 km juga menjadi pertimbangan agar tidak menggangu lalu lintas penerbangan komersial, komunikasi antar maskapai, cuaca, dan kemungkinan faktor kecelakaan yang bisa terjadi.
Balon yang diterbangkan dengan ketinggian dan posisi yang sudah sesuai akan mengudara selama 187 hari. Setiap balon akan saling berhubungan satu sama lain, sehingga tercipta sebuah jaringan antar balon agar koneksi internet tetap terjaga. Selain itu, setiap balon juga memiliki konfigurasi yang memungkinkan balon untuk terhubung dengan antena yang berada dibawah jangkauannya (radius jangkauan balon sekitar 40 km). Dalam hal ini Google bermitra dengan perusahaan telekomunikasi untuk berbagi spektrum seluler sehingga siapapun dapat mengakses internet dimanapun lokasinya dari ponsel, laptop, antena pemancar dan perangkat LTE lainnya.
Pada dasarnya, konsep balon ini hampir sama dengan BTS, dimana ponsel yang kita gunakan mendapat sinyal dari BTS terdekat, dan kita akan menerima sinyal dari satu BTS ke BTS lainnya (dialihkan), sehingga ponsel kita tetap dapat terhubung dangan jaringan provider di saat kita bergerak.
Namun Project Loon membalik konsep ini, bukan penerima yang bergerak, namun pengirim sinyal yakni BTS. Balon Google seolah-olah menjadi BTS menggantikan router nirkabel yang memancarakan Wi-Fi menjadi jaringan 4G LTE (Long Term Evolution). Jadi balon-balon tersebut akan bergerak dan secara bergilir terhubung dengan ponsel kamu.
Sasaran
Walaupun balon google ini menyediakan fasilitas internet yang memadai, namun ternyata balon ini tidak cocok diterbangkan pada daerah padat penduduk. Jadi untuk warga kota (seperti jakarta) akan sangat kecil kemungkinannya mendapat akses dari balon ini, alasannya :
1. Kemampuan internet balon (bandwitdh) yang tidak cukup bahkan bisa dibilang kecil untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat kota
2. Kemampuan edaran atau waktu terbang yang sebentar
3. Infrastruktur yang lebih mahal ketimbang BTS di darat (terestrial)
4. Faktor latency dengan infrastruktur darat.
Untuk di indonesia sendiri, pemerintah berencana untuk menerbangkan balon ini di sekitar kepulauan Sumatera, Kalimantan, dan Papua Timur.
Bentuk Asli Balon
End Of Journey
Tidak terlepas dari permasalahan, semua percobaan pasti akan mengalami kerusakan. Termasuk project google ini. Beberapa diantaranya adalah :
Bulan Mei 2014, Balon Google mengalami kecelakaan di Washingtong, USA.
Bulan Juni 2014, negara New Zealand menetapkan emergency sevices personil ketika balon google jatuh.
Bulan November 2014, Petani di Afrika selatan menemukan Balon Google terjatuh di Gurun Karoo.
Bulan April 2015, Balon Google jatuh di lapangan dekat dengan Bragg City, Missouri.
Bulan September 2015, Balon Google jatuh di halaman rumput seseorang di Rancho Hills, Chino Hills, CA.
Google Loon VS OpenBTS
Dalam dunia komunikasi ada beberapa istilah perangkat, salah satu yaitu BTS. BTS atau Base Transceiver Station adalah perangkat yang memancarkan dan menerima sinyal komunikasi. Nah dalam hal ini, Google Loon menggantikan posisi BTS tersebut. Di kawasan pegunungan, pulau, hutan, dan bukit-bukit yang curam pastinya sulit membangun BTS. Jadi, peran Balon google ini bisa menjadi alternatif.
Menanggapi hal ini, banyak pegiat open source indonesia merasa kita sudah punya seperti itu, namanya OpenBTS. Lalu apa bedanya ?
OpenBTS sendiri berbentuk seperti kotak atau peti senjata berukuran sedang yang bisa diletakkan di berbagai tempat (contoh : atas pohon, atas rumah, atas gedung, dan lain-lain) dan berguna sebagai transceiver, dimana kita bisa saling ber komunikasi dengan OpenBTS tersebut. Seperti gambar dibawah ini.
Gambaran OpenBTS
OpenBTS pertama kali muncul karena ide pak Onno mengenai komunikasi murah, terjangkau, dan berkualitas.
Menurut pak Onno, internet itu bisa murah jika digunakan beramai-ramai. Satu alat bisa digunakan beramai-ramai sehingga pembayaran bisa patungan. Namun jangan menggunakan internet buatan luar negeri, misalnya Facebook yang servernya di Amerika melainkan server buatan sendiri. Indonesia mampu membuat server sendiri dengan alat yang sederhana misalnya wifi gratis pake wajan penggorengan.
Setelah mampu membuat server dengan alat sederhana, pak Onno pun langsung menyebarkan ilmunya lewat internet. Alhasil cara membuat internet murah merebak dan beberapa kerabat hingga orang Amerika yang belum ia kenal menanyakan apa yang ia butuhkan. pak Onno pun menjawab membutuhkan OpenBTS, adalah sebuah teknologi alternatif untuk membangun Base Transceiver Station (BTS) sendiri untuk telekomunikasi GSM berbasis software open source.
Ilmuwan asal Amerika langsung mendemokan cara membuat openBTS dengan gratis. Pak Onno pun langsung menyebarkan informasi ini. Namun sayang tak semua orang terima termasuk dosen tempat ia berkuliah, Institut Teknologi Bandung. OpenBTS yang bernama Sintel buatan Onno W Purbo pun dicap Ilegal karena menyolong frekuensi. Regulasi untuk mengesahkan OpenBTS miliknya pun dipersulit hingga hari ini, pihak Telkom dan Kemenkoinfo pun belum mau mengakui. Padahal hingga kini BTS yang resmi digunakan di Indonesia adalah BTS luar negeri. Makanya komunikasi Presiden Indonesia bisa disadap.
OpenBTS buatan pak Onno secara bisnis lebih menjanjikan. BTS buatan luar normalnya berharga 1,5 milyar rupiah sedangkan OpenBTS buatannya hanya sekitar 150 juta. OpenBTS buatannya juga bisa menghubungkan ponsel atau tablet yang menggunakan kartu sim. Fungsinya sama bisa mengirim pesan, melakukan panggilan telepon, dan terkoneksi dengan internet GPRS, tanpa harus menggunakan jaringan operator seluler komersial.
OpenBTS bekerja mentransmisikan sinyal yang didapat melalui perangkat keras bernama Universal Sofware Radio Peripheral (USRP) dan dua jenis antena, yakni antena transmitter dan receiver. USRP inilah yang menggantikan peran pemancar pada Base Transceiver Station (BTS) operator seluler komersil.
Selain itu juga ada perangkat lunak, seperti OpenBTS, Asterisk dan Gnu Radio. Asterisk digunakan untuk sentral telepon, software ini biasa digunakan untuk teknologi sentral telepon generasi 4G. Protokol yang digunakan oleh sentral telepon Asterisk adalah Session Initiation Protocol (SIP). Protokol ini banyak dipakai oleh operator seluler komersil seperti Indosat, Telkomsel, XL, Axis, dan lain-lain. Selain itu, ada gnuradio untuk mengontrol hardware radio dan software OpenBTS, untuk mengontrol operasi BTS. Untuk mengoperasikan sofware-software tersebut, dibutuhkan komputer bersistem operasi Linux (tidak bisa menggunakan windows dan Mac). Standarnya pun sama dengan GSM jika menggunakan daya sebesar 50 watt maka 5 chanel bisa terhubung atau setara dengan 35 handphone (70 orang) yang bisa berbicara sekaligus.
Semua software di atas adalah open source, dan bisa diunduh secara gratis. Sehingga layanan komunikasi yang disediakan juga GRATIS, artinya kita bisa sms gratis dan telpon gratis tanpa bayar, tanpa pulsa…
Hal inilah yang menjadi “momok” pemerintah indonesia. Karena tidak ada nilai komersialnya, jadi seolah-olah menkominfo dan pemerintah “menolak” teknologi ini yang lahir dari hasil karya anak indonesia. Untuk yang penasaran mengenai OpenBTS, bisa klik disini
Akhir kata, Semoga gambaran mengenai balon google (google loon) dan OpenBTS ini bermanfaat …